ANGGARAN TRADISIONAL ATAU ANGGARAN KONVENSIONAL
ANGGARAN TRADISIONAL ATAU ANGGARAN KONVENSIONAL
Pengertian Anggaran Tradisional
Sistem anggaran tradisional (Traditional budgeting system) adalah suatu cara menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan pada kebutuhan untuk belanja atau pengeluaran.
Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek-obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap departemen/lembaga. Dasar pemikirannya adalah setiap pengeluaran negara harus didasarkan pada perhitungan dan penelitian yang ketat agar tidak terjadi pemborosan dan penyimpangan atas dana yang terbatas.
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu:
(a) cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan
(b) struktur dan susunan anggaran
yang besifat line-item.
Ciri-ciri Sistem Anggaran Tradisional
Adapun ciri-ciri dari sistem anggaran tradisional:
1.
Cara penyusunan anggaran
berdasarkan pendekatan incrementalism, yakni:
a.
Penekanan & tujuan utama
pendekatan tradisional adalah pada pengawasan
dan pertanggungjawaban yg terpusat.
b.
Bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah
atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item
anggaran yg sudah ada sblmnya
dg data tahun sblmnya sebagai
dasar menyesuaikan besarnya
penambahan/pengurangan tanpa
kajian yg mendalam/kebutuhan yg wajar.
c.
Masalah utama anggaran tradisional
adalah tdk memperhatikan konsep value for money (ekonomi, efisiensi dan efektivitas).
d.
Kinerja dinilai berdasarkan habis
tidaknya anggaran yg diajukan, bukan pada pertimbangan output yang dihasilkan dari aktivitas yg dilakukan dibandingkan dengan target
kinerja yang dikehendaki (outcome).
e.
Cenderung menerima konsep harga pokok pelayanan
historis(historic cost of service) tanpa memperhatikan pertanyaan sbb:
1)
Apakah pelayanan tertentu yg dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan
atau masih menjadi prioritas?
2)
Apakah pelayanan yg diberikan
telah terdistribusi secara
adil & merata
di antara kelompok masyarakat?
3)
Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
4)
Apakah pelayanan yg diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
f.
Akibat konsep historic cost of service
adalah suatu item, program atau kegiatan muncul
lagi dlm anggaran
tahun berikut meski
sudah tak dibutuhkan. Perubahan menyangkut jumlah rupiah yg disesuaikan dg tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
2.
Struktur dan susunan
anggaran yg bersifat
line-item,yakni:
a.
Struktur anggaran bersifat
line-item didasarkan atas sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran.
b.
Tak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yg sebenarnya sudah tidak relevan
lagi
c.
Penilaian kinerja tidak akurat,
karena tolok ukur yg digunakan hanya pada ketaatan dalam menggunakan dana yg
diusulkan.
d.
Dilandasi alasan orientasi sistem anggaran yg dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran, bukan tujuan yg ingin dicapai dengan pengeluaran yg dilakukan.
e.
Anggaran tradisional tidak rnampu mengungkapkan besarnya
dana dikeluarkan untuk setiap
kegiatan, dan bahkan gagal memberikan informasi tentang besarnya rencana
kegiatan. Sehingga tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan
hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
f.
Metode line-item budget tidak
memungkinkan untuk menghilangkan item- item
penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item
tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang.
Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian
kinerja secara akurat,
karena satu-satunya tolok
ukur yang dapat
digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.
g.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi
alasan adanya orientasi
sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut,
anggaran tradisional disusun
atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti
misalnya pendapatan dari
pemerintah atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang,
dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai
dengan pengeluaran yang dilakukan.
3.
Cenderung sentralistis
4.
Bersifat spesifikasi
5.
Tahunan, dan
6.
Menggunakan prinsip anggaran
bruto
Kelemahan dan Kelebihan Anggaran Tradisional Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1.
Hubungan yang tidak memadai
(terputus) antara anggaran
tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
2.
Pendekatan incremental menyebabkan
sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3.
Lebih berorientasi pada input daripada output.
Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk
membuat kebijakan dan pilihan
sumberdaya, atau memonitor
kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah
dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
4.
Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat
tujuan nasional secara keseluruhan
sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan
antar departemen.
5.
Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6.
Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut
dapat mendorong praktik-praktik yang
tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
7.
Sentralisasi penyiapan anggaran,
ditambah dengan informasi yang tidak memadai
menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya
adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8.
Persetujuan anggaran yang
terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme
pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan
revisi anggaran dan ’manipulasi anggaran.
9.
Aliran informasi (sistem informasi
finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme
pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
Keunggulan Anggaran Tradisional
Di samping berbagai kelemahan tersebut, Halim (2002 : 239) menyatakan bahwa penerapan anggaran tradisional memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan- keunggulan anggaran tradisional adalah sebagai berikut :
1.
Penyusunannya relatif
mudah, sehingga dapat membantu mengatasi
rumitnya proses penyusunan anggaran.
2.
Tidak memerlukan pengetahuan yang
terlalu tinggi untuk memahami program- program
kegiatan baru, karena banyak dari kegiatan-kegiatan tersebut merupakan lanjutan dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
3.
Dengan menggunakan cara penyusunan
ini, maka wilayah perselisihan menjadi sempit
sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik antar unit- unit yang berkepentingan terhadap anggaran.
Perbedaan mendasar
antara anggaran tradisional dengan anggaran era new public
management
ANGGARAN TRADISIONAL |
NEW PUBLIC MANAGEMENT |
Sentralistis |
Desentralisasi & devolved management |
Berorientasi pada input |
Berorientasi pada
input, output, dan outcome (value for money) |
Tidak terkait dengan perencanaan jangka panjang |
Utuh dan komprehensif dengan perencanaan jangka panjang |
Line-item dan incrementalism |
Berdasarkan sasaran dan target kinerja |
Batasan departemen yang kaku (rigid department) |
Lintas departemen (cross department) |
Menggunakan aturan klasik: Vote accounting |
Zero-Base Budgeting, Planning Programming Budgeting System |
Prinsip anggaran bruto |
Sistematik dan rasional |
Bersifat tahunan |
Bottom-up budgeting |
canlı sex hattı
ReplyDeleteheets
https://cfimi.com/
salt likit
salt likit
Z2İEH4