MANAJEMEN KINERJA

MANAJEMEN KINERJA

 

M.1. TANTANGAN MANAJEMEN KINERJA

KB.1. Manajemen Kinerja sebagai Suatu Sistem

            Sistem adalah komponen-komponen yang berinteraksi dan bekerja bersama secara interdependen untuk mencapai sesuatu. Sistem menerima input dan mengubah input melalui proses untuk menjadi output. Output dapat berupa hasil atau produk atau jasa atau informasi. Sistem manajemen kinerja itu penting karena berhubungan dengan kesuksesan kerja, peningkatan kinerja, pengembangan diri karyawan, dan sasaran organisasi.

            Manajemen kinerja tidak linier tetapi tidak berurutan atau melompat-lompat. Sebagai sebuah sistem, manajemen kinerja harus berhubungan dengan fungsi-fungsi penting lain seperti kesuksesan kerja, peningkatan kinerja, pengemnbangan diri karyawan, dan sasaran organisasi. Semakin baik kita merangkaikan sebuah sistem manajemen kinerja dengan hal-hal lain yang harus dilakukan organisasi, semakin besar kemungkinan orang memahami bahwa hal ini mempunyai manfaat yang penting. Kalau satu atau dua bagian kita lupakan, maka sistemnya tidak akan berjalan lancar.

            Keterbatasan sistem manajemen kinerja adalah keterbatasan sistem pengukuran kinerja financial yang belum mampu mengakomodasi tuntutan persaingan. Keterbatasan sistem pengukuran kinerja financial meliputi: (1) manusia terperangkap dalam sistem itu sendiri, (2) kekurangrelevanan sistem pengukuran kinerja berbasis financial bagi pengelolaan usaha saat ini, (3) sistem konvensional berorientasi pada pelaporan kinerja masa lalu, (4) berorientasi jangka pendek, (5) kurang luwes atau fleksibel, (6) tidak memicu perbaikan, (7) sering rancau pada aspek biaya, (8) manajer tidak terlalu menyukai tantangan, dan (9) karyawan sering takut melakukan.

            Sistem pengukuran kinerja tradisional (konvensional) menghasilkan informasi yang terlalu lambat, terlalu global, kurang focus, dan terlalu terdistorsi bagi manajer untuk melakukana proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Saat ini, pengukuran kinerja berbasis nonfinansial menjadi semakin penting karena meningkatnya minat tingkat manajemen yang lebih tinggi untuk menemukan ‘jantung’ dan proses operasi bisnis mereka. Salah satu keuntungan dan penggunaan criteria nonfinansial adalah variabel-variabel tersebut lebih mudah dimengerti oleh siapapun sehingga persoalan-persoalan dalam proses operasi baik di perusahaan manufaktur maupun jasa dapat dikenali sesegera mugkin.

            Sistem baru bagi organisasi baru dibutuhkan karena sistem pengukuran kinerja financial tidak mampu mengakomodasi tuntutan persaingan pasar bebas.

 

KB.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Manajemen Kinerja

            Secara diagramatis, kebutuhan Sistem Manajemen Kinerja yang kontekstual terhadap kebutuhan perusahaan, akibat perubahan lingkungan persaingan dunia usaha dan dengan memperbaiki kerangka-kerangka yang telah diperkenalkan oleh para pakar terdahulu, dapat digambarkan (Wibisono, 2006) seperti berikut ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


M.2. KONSEP SISTEM MANAJEMEN KINERJA

KB.1. Dasar Perancangan Sistem Manajemen Kinerja

            Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk meningkatkan kinerja individu, kelompok, dan organisasi yang digerakkan oleh manajer bersinergi dengan individu dan kelompok di dalam organisasi.

            Ruang lingkup manajemen kinerja adalah: (1) tantangan manajemen kinerja, (2) konsep sistem manajemen kinerja, (3) perancangan manajemen kinerja, (4) kerangka kerja sistem manajemen kinerja, (5) keluaran organisasi, (6) kemampuan sumber daya organisasi, (7) sistem manajemen kinerja, dan (8) evaluasi dan umpan balik manajemen kinerja.

            Tujuan manajemen kinerja sangat banyak, tergantung pendapat masing-masing ahlinya. Manfaat manajemen kinerja bagi manajer adalah untuk membantu manajer menjadi (1) membimbing, (2) mempercayai orang memakai metodenya, (3) mendelegasikan kewenangan, dan menjadi pemimpin ‘post-heroic’.

            Manfaat manajemen kinerja bagi individu untuk (1) memotivasi diri meningkatkan kinerja, (2) mengingatkan diri kita mengapa kita melakukannya dan bagaimana hal itu akan menghemat waktu, dan (3) menghindarkan kita dari kesulitan, serta memecahkan masalah. Bagi karyawan adalah untuk meningkatkan pemahaman pekerjaan dan tanggung jawab kerja mereka.

            Bagi organisasi adalah untuk (1) meningkatkan keberhasilan, semangat, dan produktivitas perusahaan; (2) sebagai sarana komunikasi, (3) merangsang mencapai sasaran kerja, (4) memberikan komentar tentang kepemimpinan atasan, (5) mengomunikasikan nilai-nilai baru, (6) menyusun program pelatihan dan pengembangan karyawan, (7) menyusun program suksesi dan kaderisasi, dan (8) pembinaan karyawan.

            Dalam sistem manajemen kinerja ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya antara lai (1) meningkatkan keefektifan organisasi, (2) memotivasi karyawan, (3) memperbaiki pelatihan dan pengembangan, (4) mengubah budaya, (5) menyokong hubungan antara gaji/upah dengan produktivitas, (6) menarik dan mempertahankan staf yang memiliki keahlian, dan (7) mendukung manajemen yang berkualitas.

            Sedangkan kekurangan sistem manajemen kinerja adalah (1) pemilihan nilai antara sangat tidak memuaskan sampai sangat memuaskan gagal menetapkan standar-standar yang sesungguhnya dapat dipakai untuk membuat suatu penilaian, (2) cara ini sering bervariasi dan tidak konsisten, (3) tidak dapat memberikan kepastian bahwa mereka yang menilai akan memberikan penilaiannyta didasarkan pengamatan-pengamatan yang sistematis dan objektif, dan (4) matinya kreativitas dan inovasi untuk mengadakan perubahan-perubahan.

 

KB.2. Tahap Perancangan Sistem Manajemen Kinerja

            Menurut Maskell (1981), ada 7 (tujuh) dasar sistem manajemen kinerja yaitu:

1.    Berkaitan langsung dengan strategi perusahaan,

2.    Variabel-variabel diukur secara nonfinansial,

3.    Fleksibel dan bervariasi tergantung lokasi perusahaan,

4.    Dinamis dan selalu diperbaharui seiring perubahan jaman,

5.    Sederhana dan praktis (mudah dilaksanakan).

6.    Memungkinkan adanya umpan balik yang cepat bagi operator dan manajer yang bertanggung jawab melaksanakan proses perbaikan, dan

7.    Ditujukan untuk proses perbaikan.

 

Ada 7 (tujuh) dasar perancangan sistem manajemen kinerja sebagai berikut.

1.    Criteria kinerja yang akan diukur dalam setiap level organisasi berasal dari tujuan perusahaan.

2.    Sistem manajemen kinerja yang dirancang memungkinkan untuk dipakai sebagai alat membedakan antarperusahaan sejenis (kaji banding atau benchmarking).

3.    Tujuan perancangan sistem manajemen kinerja didefinisikan dengan jelas sejak awal.

4.    Metode pengumpulan dan pengolahan data yang akan dipakai didefinisikan dengan jelas.

5.    Dalam penentuan besaran variabel, penggunaan rasio variabel lebih disukai dibandingkan dengan penggunaan angka absolute.

6.    Criteria kinerja yang dirancang di bawah kendali unit organisasi yang berhak mengevaluasinya.

7.    Criteria kinerja kuantitatif lebih disukai daripada kualitatif.

 

Dasar-dasar perancangan sistem manajemen kinerja menurut Wibisono (2006) adalah:

1.    Mudah dimengerti,

2.    Berorientasi jangka panjang,

3.    Basis waktu,

4.    Focus pada perbaikan berkelanjutan, dan

5.    Menggunakan pendekatan kuantitatif.

 

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sistem manajemen kinerja yang dirancang harus dapat mengakomodasi sistem operasi dari sebuah perusahaan.

Tahap-tahap perancangan sistem manajemen kinerja adalah 5 (lima) tahap perancangan sistem manajemen kinerja, yaitu:

1.      Tahap 0: fondasi,

2.      Tahap 1: informasi dasar,

3.      Tahap 2: perancangan,

4.      Tahap 3: penerapan, dan

5.      Tahap 4: penyegaran.

 

M.3. PERANCANGAN MANAJEMEN KINERJA

KB.1. Mekanisme Perancangan Sistem Manajemen Kinerja

            Terdapat 10 (sepuluh) kesalahan dalam mendesain atau merancang mekanisme sistem manajemen kinerja, antara lain:

1.        Menelusuri keluaran yang tidak dapat dikendalikan;

2.        Mengumpulkan data yang telah diketahui sebelumnya;

3.        Mengumpulkan data yagn tidak perlu;

4.        Terlalu menitikberatkan pada survey kepuasan pelanggan;

5.        Eksekutif yang terlalu berfokus pada ukuran detail;

6.        Ukuran yang tidak terkait dengan rencana strategis;

7.        Gagal mendefinisikan korelasi/keterkaitan yang praktis antar ukuran yang diterapkan;

8.        Melaporkan data yang sulit dibaca dan sulit dianalisis;

9.        Terlalu menitikberatkan pada pengukuran proses bukan hasil;

10.    Mengukur variabel yang mendorong perilaku keliru.

 

Menurut Bacal (2004), mekanisme perancangan sistem manajemen kinerja meliputi tiga tahapan utama yaitu persiapan, pertemuan, dan penutupan mekanisme.

Mekanisme perancangan sistem manajemen kinerja sebagai berikut. Tahap 0 berinteraksi dengan tahap 1. Tahap 1 berinteraksi dengan tahap 2. Tahap 2 berinteraksi dengan tahap 3. Tahap 3 berinteraksi dengan tahap 4.

 

KB.2. Visi, Misi, dan Strategi Organisasi/Perusahaan

            Visi adalah cita-cita. Visi adalah impian yang ingin dicapai di masa depan. Visi adalah ke mana organisasi/perusahaan hendak dibawa. Jika setiap orang di dalam organisasi/perusahaan mengerti akan menjadi apa organisasi/perusahaan tempat mereka bekerja di masa depan merupakan hal yang sangat baik. Visi mencanangkan masa depan organisasi/perusahaan untuk 3 sampai 10 tahun ke depan, yang merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi/perusahaan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Organisasi/perusahaan membutuhkan visi sebagai:

1.    Penyatuan tujuan, arah, dan sasaran organisasi/perusahaan,

2.    Dasar untuk pemanfaatan alokasi sumber daya serta pengendaliannya, dan

3.    Pembentuk dan pembangun budaya organisasi/perusahaan.

 

Dalam konteks sistem manajemen kinerja, pernyataan visi digunakan sebagai pijakan awal dalam menyusun misi, strategi maupun variabel kinerja dan kaji banding (benchmarking) yang nantinya akan digunakan oleh organisasi/perusahaan.

Misi adalah cara-cara untuk mencapai visi. Pernyataan misi merupakan sebuah arah yang membantu organisasi/perusahaan menunjukkan jalan yang tepat. Antara para ahli strategi, terdapat beberapa tentang definisi pernyataan misi sehingga tidak terdapat definisi yang mutlak. Langkah penyusunan misi yang umum dilakukan oleh organisasi/perusahaan adalah dengan mengikuti 4 (empat) tahap. Penyusunan misi pada dasarnya merupakan upaya mencari irisan antara otoritas organisasi/perusahaan, penyusunan bahasa, dan pesan yang ingin disampaikan oleh organisasi/perusahaan tersebut. Untuk menjamin bahwa misi sudah bagus, maka misi tersebut harus memenuhi criteria tertentu. Perbedaan misi dengan tujuan adalah tujuan menyatakan secara jelas sesuatu yang akan dicapai dan kapan hal tersebut akan dicapai, dan sering kali dapat langsung diangkakan. Maksud dari penentuan tujuan organisasi/perusahaan adalah untuk memfokuskan tugas manajemen dan hasil yang spesifik, dan sebagai sarana untuk menilai apakah tujuan telah dicapai.

Strategi perusahaan ialah pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama atau kebijakan dengan rangkaian tindakan dalam sebuah pernyataan yang saling mengikat. Strategi berkaitan dengan prinsip-prinsip umum untuk mencapai misi. Strategi adalah pendekatan umum yang bersifat jangka panjang. Penjabaran dari strategi disebut taktik. Taktik merupakan pendekatan operasional yang bersifat jangka pendek.

Terdapat 4 (empat) elemen kunci yang sebaiknya terkandung dalam pernyataan strategi agar dapat unggul dibandingkan dengan pesaing, yaitu berkesinambungan, mengembangkan proses untuk menyampaikan strategi, menawarkan keunggulan kompetitif, dan mengeksploitasi jenis tes untuk menilai apakah strategi sebuah organisasi/perusahaan bagus atau tidak, yaitu uji nilai tambah, uji konsistensi, dan uji keunggulan kompetitif. Secara akademis, terdapat 5 (lima) macam tes untuk menilai apakah pernyataan-pernyataan yang terkandung dalam strategi itu bagus atau tidak, yaitu uji orisinalitas, uji tujuan, uji konsistensi logika, uji risiko, dan uji fleksibilitas. Mengetahui siklus hidup industry dan di mana posisi organisasi/perusahaan yang dikelola berada dalam siklus teresbut sangat penting dalam menentukan strategi yang tepat bagi organisasi/perusahaan. Ada 4 (empat) fase dasar pengembangan, yang berimplikasi pada strategi organisasi/perusahaan yaitu fase pengenalan produk (introduction), pertumbuhan (growth), kematangan (maturity), dan kemunduran (decline).

 

M.4. KERANGKA KERJA SISTEM MANAJEMEN KINERJA

KB.1. Langkah-langkah Pengembangan Kerangka Sistem Manajemen Kinerja

            Tujuh langkah pengembangan sistem manajemen kinerja adalah

1.    Menyelaraskan pengembangan sistem manajemen kinerja dengan strategi perubahan lain dalam perusahaan;

2.    Menjelaskan tujuan pengembangan dan manfaat sistem manajemen kinerja baru;

3.    Memantapkan kesepakatan dalam proses pengembangan dan pemanfaatan sistem manajemen kinerja;

4.    Melakukan identifikasi faktor keberhasilan yang kritis bagi perusahaan;

5.    Pembentukan tim yang ditugasi memilih sistem manajemen kinerja;

6.    Mengembangkan kerangka penyajian, laporan, dan review pada setiap level perusahaan; dan

7.    Memfasilitasi pemanfaatan sistem manajemen kinerja untuk meningkatkan kinerja organisasi/perusahaan.

 

Dari berbagai macam kerangka sistem manajemen kinerja yang telah diperkenalkan oleh para pakar ternayta The Balanced Scorecard (BSC) merupakan salah satu kerangka kerja paling popular digunakan di dunia karena mengantu filosofi ‘all size’ dan ‘unisex’. Artinya BSC menyediakan kerangka kerja yang sederhana dan dapat diterapkan, banyak organisasi/perusahaan akan dengan mudah memasukkan variabel yang diperlukan ke dalam empat perspektif di atas. Meskipun demikian, kritik terhadap BSC juga banyak, yaitu (1) tidak semua organisasi/perusahaan semata-mata meletakkan focus pada pencapaian keberhasilan financial, (2) keterkaitan antarvariabel secara lurus (linier) yang hanya berdasarkan anggapan tanpa disertai data statistic pendukung, (3) tidak disediakan ruang untuk kaji banding, (4) kebingungan memahami antara sistem manajemen kinerja dengan strategi operasi, (5) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Kerangka kerja sistem manajemen kinerja meliputi pemilihan variabel kinerja keterkaitan antarvariabel kinerja, dan kaji banding.

 

KB.2. Pemilihan Variabel Kinerja dalam Sistem Manajemen Kinerja

            Dua tipe variabel kinerja yaitu kuantitatif dan kualitatif. Variabel kuantitatif berupa angka-angka, sedangkan variabel kualitatif berupa kata-kata. Variabel kinerja kuantitatif lebih disukai karena dapat dihitung dan hasilnya lebih objektif. Variabel kinerja kuantitatif biasanya hemat waktu dan tidak menimbulkan interpretasi ganda. Beberapa contoh variabel kuantitatif yang tidak diperlukan harus dihindari karena tidak memberikan makna. Variabel kualitatif diperlukan karena banyak aspek dari kinerja organisasi yang tidak cukup hanya dinilai dengan angka. Pada dasarnya terdapat 4 (empat) tipe dasar variabel kualitatif: terbaik, baik, buruk, dan terburuk.

            Pendekatan pengukuran terbaik  yang menggunakan criteria yang spesifik (khas) dan menerapkan sistem rating. Contoh penggunaan skor seperti Malcolm Balridge Criteria. Jika organisasi/perusahaan berhasil memenuhi 1000 berarti kinerja organisasi/perusahaan sudah memenuhi criteria kinerja. Penilaian kinerja yang menggunakan pendapat pribadi kurang baik karena hasilnya akan subjektif. Hal penting dan dicermati dari variabel kinerja adalah keseimbangan dalam penerapan variabel pengukuran kinerja yang mencerminkan masa lalu, saat ini, dan masa depan.

            Pengujian apakah indicator masa depan yang kita pilih sudah baik atau belum dengan cara mengkaji adanya keterkaitan antara indicator tersebut dengan indicator saat ini dan masa lalu. Dengan mengetahui hubungan ini, organisasi/perusahaan dapat meramalkan keberhasilan di masa depan berkaitan dengan kemungkinan peningkatan pendapatan. Terdapat 2 (dua) jenis variabel pengukuran kinerja ditinjau dari tingkat penentuan dan fungsinya yaitu variabel strategic dan operasional.

            Cara termudah dan termurah dalam menentukan variabel kinerja adalah dengan cara mengutip dari daftar variabel yang dikemukakan dalam berbagai buku teks tetapi cara ini tidak disarankan jika kita ingin merancang variabel kinerja yang kontekstual di perusahaan karena adanya perbedaan jenis produk/atau jasa yang ditawarkan, lingkungan persaingan yang dihadapi, perilaku pelanggan, dan letak geografis. Penentuan variabel kinerja perlu memperhatikan dua jenis kesalahan yaitu gap dan false alarm. Gap ialah tidak mengukur variabel kinerja yang seharusnya diukur sehingga kita kehilangan variabel kritis yang seharusnya kita kelola. False alarm adalah melakukan pengukuran variabel yang seharusnya tidak perlu mendapatkan perhatian.

            Kesalahan tipikal dalam penentuan variabel kinerja yang mungkin dijumpai saat perancangan sistem manajemen kinerja adalah: (1) adanya variabel kritis yang belum tercantum, (2) terlalu banyak variabel, (3) variabel kurang bermakna, (4) salah penekanan terhadap variabel, (5) sukar dalam penerjemahan dan penerapan, dan (6) bias antara focus untuk pengendalian versus perbaikan. Untuk menentukan, memetakan, dan menganalisis apakah variabel yang kita pilih sudah sesuai dengan yang seharusnya dipilih, dapat digunakan angket. Penentuan variabel kunci kinerja hendaknya bersifat dinamis yaitu harus disesuaikan dengan perkembangan organisasi/perusahaan dan perubahan lingkungan persaingan yang terjadi.

 

KB.3. Metode Pengumpulan Data

            Metode pengumpulan data sangat membantu proses penentuan variabel kinerja. Keberhasilan pengumpulan data harus didukung oleh manajemen yang tepat. Pihak manajemen harus menyadari bahwa pengumpulan data yang salah akan membuat keputusan yang salah pula. Hal pertama yang harus dilakukan dalam menentukan kebutuhan data adalah mengidentifikasi data yang diperlukan oleh pembuat keputusan. Kemudian mengumpulkan data dan menganalisisnya. Ada 7 (tujuh) prinsip yang umumnya digunakan untuk mendapatkan data yang bermutu, yaitu:

1.    Focus,

2.    Objektif,

3.    Teliti,

4.    Cross check,

5.    Data mutakhir,

6.    Lengkap, dan

7.    Instrument pengumpul data valid dan reliabel.

 

Validitas adalah alat pengumpul data sudah mengukur apa yang akan diukur. Reliabel adalah alat tersebut stabil (ajek) atau konsisten. Tujuan pengumpulan data adalah untuk bahan analisis. Rencana ini sangat penting untuk memastikan bahwa data yang didapat akan mendukung sasaran dari program pengukuran kinerja, memberikan gambaran detail kepada pengguna informasi. Rencana harus mempertimbangkan:

1.        Pemahaman mengenai informasi yang dibutuhkan,

2.        Pemahaman mengenai sumber informasi,

3.        Proses,

4.        Pengumpulan data dan laporannya secara berkala,

5.        Biaya,

6.        Perlindungan data,

7.        Mutu data,

8.        Pertimbangan sampel,

9.        Bias,

10.    Sebaran demografi,

11.    Sebaran geografis,

12.    Tingkat akurasi,

13.    Tingkat respons,

14.    Kecepatan, dan

15.    Input stakeholder.

 

Macam-macam metode pengumpulan data adalah:

1.        Dokumentasi,

2.        Observasi,

3.        Wawancara,

4.        Angket,

5.        Penilaian berpasangan oleh ahli,

6.        Cost benefit/cost effectiveness study,

7.        Studi kasus,

8.        Content review,

9.        File review, dan

10.    Focus group.

 

M.5. KELUARAN ORGANISASI

KB.1. Variabel Kinerja Finansial

            Modul ini meliputi 3 (tiga) pandangan, yaitu keluaran organisasi (business result), proses internal (internal business processes), dan kemampuan sumber daya. Variabel kinerja keluaran organisasi meliputi variabel kinerja financial dan nonfinansial. Keluaran kinerja financial merupakan focus perhatian investor/pemegang saham, karyawan, masyarakat, pesaing, dan pemerintah. Variabel kinerja financial sering menjadi satu-satunya focus perhatian banyak perusahaan di dunia untuk dikelola karena tingkat kepentingannya. Bahkan variabel kinerja financial sebagai satu-satunya ukuran kinerja keluaran organisasi.

            Variabel kinerja nonfinansial biasanya menjadi perhatian pelanggan, masyarakat, dan pemerintah. Pengelolaan variabel kinerja financial dan nonfinansial adalah untuk memenuhi kebutuhan stakeholder yang berbeda-beda.

            Pihak yang paling berkepentingan dengan hasil-hasil financial perusahaan adalah investor. Investor pada umumnya megharapkan:

1.    Return

2.    Reward

3.    Figure, dan

4.    Filth

 

Pengukuran kinerja organisasi/perusahaan yang berkaitan dengan investor pada umumnya menggunakan metode EBITDA, EVA, FCF, SVA, CVA, dan CFROI. Criteria penting investor menanamkan modalnya, antara lain adalah:

1.        Strategi yang dimiliki organisasi/perusahaan,

2.        Pertumbuhan pendapatan per lembar saham,

3.        Arus kas,

4.        Pengalaman manajemen dalam pengelolaan organisasi/perusahaan,

5.        Riset dan pengembangan yang dilakukan perusahaan,

6.        Utang jangka pendek dan jangka panjang yang ditanggung,

7.        Produk yang dihasilkan,

8.        Berita kurang baik yang berkaitan dengan isu-isu tertentu,

9.        Pangsa pasar relative terhadap pesaing, dan

10.    Risiko dan tantangan di masa depan.

 

Para analisis dan manajer keuangan memberikan saran investasi memilih metode yang lebih sederhana dan cepat di antaranya menggunakan:

1.    Rasio harga/pendapatan,

2.    Dividen yang dibagi,

3.    Pengembalian atas modal yang ditanam, dan

4.    Rasio harga/arus kas.

 

Untuk menilai kinerja yang lebih rinci dari perusahaan, terdapat kesepakatan antara analisis dan manajer keuangan untuk melakukan pengukuran terhadap variabel-variabel yang dinilai pentng, yaitu:

1.        Eksekusi strategi,

2.        Kredibilitas manajemen,

3.        Mutu strategi,

4.        Inovasi,

5.        Kemampuan untuk menarik orang-orang yang berbakat,

6.        Pangsa pasar,

7.        Pengalaman manajemenm,

8.        Mutu pada kompensasi eksekutif,

9.        Mutu proses, dan

10.    Kepemimpinan.

 

Terdapat 9 (Sembilan) variabel kinerja financial dan nonfinansial yang penting dalam keputusan investasi, yaitu

1.    Pendapatan

2.    Arus kas,

3.    Biaya,

4.    Pengeluaran modal,

5.    Penelitian dan pengembangan,

6.    Kinerja pada sector tertentu,

7.    Pernyataan tujuan yang strategis,

8.    Pengembangan produk baru, dan

9.    Pangsa pasar.

 

Beberapa isu penting terkait dalam menjalin hubungan dengan investor adalah sebagai berikut.

1.    Siapakah yang paling berperan dalam mengendalikan perusahaan?

2.    Pengembalian atas investasi yang ditanamkan.

3.    Loyalitas investor.

4.    Perubahan nilai saham bagi investor.

5.    Focus investor pada perusahaan yang merger.

 

Faktor lain yang berhubungan dengan investor adalah proses internal perusahaan dalam mengelola risiko, mengatur komunikasi dengan investor, dan media.

Dalam aspek praktis, 2 (dua) laporan keuangan yang paling popular untuk menganalisis kinerja perusahaan adalah laporan laba rugi dan neraca. Profitabilitas mengindikasikan tingkat efisiensi perusahaan dalam menggunakan asetnya. Variabel kinerja financial yang umum dipakai perusahaan, baik untuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur, jasa, pendidikan, maupun di bidang kesehatan.

 

KB.2. Variabel Kinerja Nonfinansial

            Dalam menjalankan perusahaan, investor dan pelanggan, keduanya sama pentingnya. Pelanggan pada umumnya mengharapkan sesuatu yang cepat, bermutu, murah, dan kemudahan dari perusahaan. Untuk memenuhi kepuasan investor dan pelanggan, maka perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhannya.

            Hal pertama dan terpenting dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan pelanggan adalah pengaduan pelanggan. Namun, sangat sulit untuk mengetahui secara spesifik kebutuhan pelanggan karena pelanggan jarang mengutarakannya. Karena pentingnya mutu layanan saat ini maka focus riset terhadap mutu layanan menjadi sering dilakukan di berbagai perusahaan. Mutu layanan pelanggan ada 10 (sepuluh) dimensi, yaitu

1.        Dapat dilihat,

2.        Keandalan,

3.        Daya tanggap,

4.        Kompetensi,

5.        Kesopanan,

6.        Kredibilitas (dapat dipercaya),

7.        Keamanan,

8.        Akses,

9.        Komunikasi, dan

10.    Memahami pelanggan

 

Dari 10 (sepuluh) dimensi mutu layanan kemudian disederhanakan menjadi 5 (lima) dimensi saja yang terkenal dengan sebutan SERVQUAL (service and quality). Kelima dimensi mutu layanan adalah sebagai berikut.

1.    Reliability,

2.    Responsiveness

3.    Assurance

4.    Empathy, dan

5.    Tangibles.

 

Variabel kinerja yang berkaitan dengan pelangan meliputi:

1.    Kepuasan pelanggan,

2.    Mempertahankan pelanggan yang sudah ada,

3.    Memperoleh pelanggan baru,

4.    Keuntungan yang dihasilkan pelanggan,

5.    Pangsa pasar, dan

6.    Pangsa bisnis.

 

Value proposition adalah strategi perusahaan dengan cara membuat perpaduan unik antara produk, harga layanan, hubungan, dan citra yang ditawarkan kepada target pelanggan. Value proposition ini menjelaskan tentang sesuatu yang harus dilakukan perusahaan. Contoh value proposition adalah:

1.    Mengutamakan harga terendah

2.    Inovasi produk dan leadership

3.    Solusi yang lengkap untuk pelanggan, dan

4.    Lock-in.

 

Manajemen pelanggan meliputi:

1.    Pemilihan pelanggan,

2.    Akuisisi pelanggan,

3.    Mempertahankan pelanggan, dan

4.    Proses menumbuhkan hubungan dengan pelanggan

 

Beberapa isu penting yang menyangkut kepentingan pemerintah dan masyarakat yang berhubungan dengan perancangan variabel manajemen kinerja adalah

1.    Fenomena aturan pemerintah,

2.    Pihak lain yang kritis,

3.    Kepedulian sosial,

4.    Malpraktik,

5.    Reputasi perusahaan, dan

6.    Pemasok.

 

M.6. KEMAMPUAN SUMBER DAYA

KB.1. Sumber Daya Manusia

            Sumber daya manusia merupakan sumber daya paling penting untuk dapat memenangkan persaingan. Pengelolaan sumber daya manusia mulai dari rekrutmen yang kompetitif sampai dengan jaminan pensiun yang memadai. Perusahaan yang memiliki pegawai yang sangat terampil dan efektif merupakan salah satu kunci sukses perusahaan manufaktur kelas dunia. Dalam jangka panjang, program pengembangan sumber daya manusia yang harus dimiliki perusahaan sekurang-kurangnya menyangkut tujuh hal. Sebelum memulai program pengembangan sumber daya manusia, yang penting untuk dilakukan adalah mendefinisikan kesiapan modal sumber daya manusia tersebut. Kerangka pendefinisian tersebut melalui tiga tahapan.

            Kelompok jabatan strategis adalah kelompok yang terdiri dari jabatan-jabatan yang memberikan kontribusi terbesar bagi peningkatan proses internal. Profil kompetensi ini didefinisikan sebagai pengetahuan, keahlian, dan nilai-nilai yang harus dimiliki karyawan yang menduduki jabatan tersebut supaya berhasil menjalankan tugas-tugasnya. Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk mengukur kondisi kompetensi sumber daya manusia mulai dari self-assesment yang dilakukan karyawan itu sendiri dibantu oleh mentor atau manajer kariernya sampai dengan penggunaan metode penilaian 360o berupa peer evaluation dari atasan, bawahan, rekan-rekan kerjanya. Ada 2 (dua) pendekatan yang digunakan untuk menyusun strategi pengembangan sumber daya manusia, yaitu model kelompok jabatan strategis dan model nilai-nilai strategis. Model kelompok jabatan strategis memprioritaskan dan memfokuskan kegiatan pengembangan sumber daya manusianya pada kelompok yang memegang jabatan strategis. Sedangkan, model nilai-nilai strategis memfokuskan pengembangan pada aspek-aspek strategis dan seluruh jabatan, dengan anggapan bahwa semua jabatan memiliki kontribusi bagi perusahaan dengan kadarnya masing-masing.

 

KB.2. Sumber Daya Teknologi

            Dalam memilih teknologi yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah: (1) analisis terhadap dampak lingkungan, (2) analisis ketepatan sistem otomatisasi yang akan diterapkan, (3) analisis ergonomic, (4) sistem dan prosedur untuk mengkalibrasi deviasi, (5) sistem dan prosedur untuk pemeliharaan dan perawatan, (6) kemudahan mendapatkan suku cadang, (7) biaya perawatan dan perbaikan, dan (8) kinerja teknologi. Variabel kinerja untuk mengelola teknologi adalah: (1) rata-rata teknologi, (2) daya guna teknologi, (3) tingkat perbaikan, (4) tingkat kerusakan, (5) tingkat penggunaan, (6) cacat produk, dan (7) waktu pengulangan, (8) waktu perbaikan, (9) produksi hilang, (10) biaya perawatan dan perbaikan. Perangkat keras (hardware) adalah peralatan atau mesin yang digunakan. Sedangkan perangkat lunak (software) berupa sistem, program, dan orang menggunakan (brainware). Variabel kinerja untuk perangkat lunak dan sistem manajemen yang diterapkan, diantaranya adalah (1) penerapan Sistem Manajemen Kinerja, (2) sertifikasi yang dimiliki perusahaan, dan (3) penerapan metode advanced yang kontekstual.

 

KB.3. Sumber Daya Organisasi

            Budaya organisasi adalah perilaku anggota di dalam organisasi, sebagai bentuk dan pemahaman visi, misi, dan strategi organisasi. Budaya merupakan nilai dasar yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya menggambarkan kebiasaan dan tingkah laku individu yang ada di dalam kelompok atau organisasi. Lankah pertama yang harus dilakukan dalam perubahan budaya adalah  membuat agenda perubahan. Langkah kedua membuat strategy map yang menggambarkan perubahan yang dihadapi di dalam strategi. Pada umumnya, ketujuh agenda perubahan tidak dilakukan secara bersama-sama oleh perusahaan karena adanya prioritas yang harus dipilih. Hal ini terkait dengan lingkup perubahan dan kapasitas organisasi. Pada organisasi kecil, biasanya hanya akan diidentifikasikan dan dipilih dua hingga empat faktor saja yaitu: budaya, kepemimpinan, keselarasan, dan kerja sama tim. Perubahan budaya sebagai prasyarat keberhasilan strategi organisasi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Perubahan budaya organisasi dengan pendekatan (1) focus pada pelanggan, (2) inovasi dan pengambilan risiko, (3) pemahaman terhadap misi dan strategi, (4) akuntanbilitas, dan (5) komunikasi yang terbuka.

            Kepemimpinan adalah suatu cara bagaimana organisasi tersebut dapat diarahkan dan dijalankan selama proses mencapai kinerja tertentu. Kepemimpinan memiliki peran yang dominan bagi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Pemimpin adalah orang yang memimpin. Pimpinan adalah jabatan sebagai pemimpin. Organisasi memiliki 2 (dua) pendekatan dalam menentukan aturan kepemimpinan, yaitu (1) proses pengembangan, dan (2) model kepemimpinan kompetensi. Dalam pengembangan kepemimpinan, terdapat 3 (tiga) aspek berikut yang harus mendapat perhatian, yaitu (1) menciptakan nilai, (2) menerapkan strategi, dan (3) mengembangkan modal manusia.

            Keselarasan adalah kondisi yang sangat penting yang harus dicapai, dimana individu-individu di dalam organisasi memiliki kesatuan tujuan dan keterkaitan antar level manajemen untuk merespons perubahan lingkungan usaha. Keselarasan mendorong karyawan untuk berani mengambil tanggung jawab, melakukan inovasi, dan mengambil risiko sehingga setiap karyawan diharapkan akan mengalami percepatan dalam mencapai level puncak di perusahaan. Penyesuaian dicapai dalam 2 (dua) langkah, yaitu (1) menciptakan kesadaran dengan cara pemimpin harus mengomunikasikan strategi jangka panjang dan organisasi agar seluruh karyawan mengetahuinya dan harus memastikan bahwa individu dan kelompok memiliki tujuan jangka pendek/operasional yang dapat membantu tercapainya tujuan jangka panjang, dan (2) memberikan dorongan agar setiap individu memiliki keberanian untuk bertanggung jawab atas semua usaha yang telah dilakukan dengan cara memberlakukan penghargaan dan keadilan dalam berkompetisi.

            Kerja sama tim dan membagi pengetahuan kepada seluruh anggota organisasi adalah strategi penting yang dapat dikelola dan dimanfaatkan sebagai modal potensial untuk membantu pencapaian tujuan organisasi. Kerja tim dan proses berbagi pengetahuan merupakan kesatuan yang harus terintegrasi dengan sukses di dalam organisasi. Kedua hal ini merupakan proses pembelajarn organisasi untuk selalu berkembang. Informasi dan pengetahuan di dalam organisasi akan diproses dalam tahapan-tahapan (1) pencarian pengetahuan, (2) pengorganisasian pengetahuan, (3) pengembangan pengetahuan, (4) pendistirbusian pengetahuan.

 

M.7. SISTEM MANAJEMEN KINERJA

KB.1. Sistem Manajemen Kinerja yang Memfokuskan Penilaian pada Input

            Metode peringkat paksa atau forced ranking adalah metode yang paling sederhana, mudah dan murah dari semua macam metode dalam sistem penilaian kinerja karyawan. Menurut metode ini, pertama-tama ditetapkan criteria bagi karyawan terbaik dan karyawan terjelek bagi setiap unit kerja. Selanjutnya, dipilih dari semua karyawan yang ada dalam unit tersebut satu orang yang memenuhi criteria sebagai karyawan terbaik dan satu orang sebagai karyawan terjelek. Setelah kedua orang ini dipilih, maka sisa karyawan yang ada ditetapkan peringkatnya.

            Karyawan pada tiap unit kerja yang terendah harus diperingkat atas dasar prestasi, sikap, dan perilaku kerja mereka dalam lima kategori: (1) istimewa, (2) bagus, (3) rata-rata, (4) kurang, dan (5) buruk. Kemudian diteapkan bahwa yang dapat masuk ke kategori istimewa hanyalah 5% dari seluruh jumlah karyawan yang ada pada unit tersebut. Selanjutnya, pada kategori bagus hanya 15%, pada kategori kurang harus  15%, kategori buruk juga harus 5% sedangkan sisanya yang  60% harus masuk ke kelompok rata-rata. Apabila hasil kegiatan tersebut di-plot ke dalam grafik berbentuk kurva, gambarannya akan berbentuk lonceng telungkup dank arena itu kurva tersebut disebut bell curve.

            Metode-metode yang masih memfokuskan penilaiannya pada input dalam konsep input-proses-output. Karena fokusnya adalah manusianya, maka disebut Person Oriented Performance Management (POPMAN). Faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya bukanlah prestasi, tetapi karakteristik yang harus dipenuhi oleh karyawan agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugasnya dengan tepat, benar, dan sempurna sehingga akhirnya juga memiliki prestasi yang bagus. Lebih tepat lagi faktor-faktor tersebut sebenarnya adalah input dari konsep input-proses-output, yaitu apa yang harus dimiliki oleh seorang karyawan untuk dapat melaksanakan prosesnya dengan berhasil. Tentu saja dalam kelompok input ini juga masih harus termasuk faktor kemampuan yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.

            GRS berfokus pada penilaiannya input dalam konsep input-proses-output. GRS adalah metode POPMAN yang memfokuskan penilaian pada orang yang melakukan pekerjaan, dan bukan pada hasil kerjanya. Mula-mula sejumlah karakteristik yang dianggap penting dan menentukan bagi keberhasilan seseorang melakukan pekerjaannya diidentifikasi dan karyawan kemudian dinilai atas dasar karakteristik ini, dengan menggunakan lima sampai tujuh skala poin.

            Ada tiga keuntungan menggunakan metode GRS: teknik mudah, penilaian pakai angka, dan ada komentar tertulis. Ada tiga kerugian menggunakan metode GRS: harus mengetahui psikologi, bias budaya, dan subjektivitas.

 

KB.2. Sistem Manajemen Kinerja yang Memfokuskna Penilaian pada Proses

            Metode Proper Man adalah salah satu metode job centered yaitu metode yang disebut Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS). Metode ini termasuk kelompok Job Centered Approach. Dalam metode Proper Man ini, focus penilaian tidak lagi ditujukan pada traits (cirri-ciri kepribadian), tetapi pada baik buruknya pelaksanaan tugas oleh seorang karyawan. Dengan modifikasi ini diharapkan angggapan bahwa program penilaian prestasi kerja adalah kesempatan bagi para atasan untuk bermain peran sebagai ahli ilmu jiwa yang sok ahli menilai manusia dapat dihilangkan. Selain itu, modifikasi ini diharapkan akan menekan tingkat subjektivitas sampai seminimal mungkin.

            Ada 4 (empat) kelebihan penerapan metode Proper-Man: (1) jika disiapkan dengan matang, maka akan membantu peningkatan kualitas SDM, (2) mendorong kemampuan seluruh organisasi sebagai kesatuan ke tingkat yang lebih tinggi lagi, (3) akan menghasilkan peningkatan output baik dalam kuantitas maupun kualitas, dan (4) untuk menerapkan metode dan sistem penggajian yang didasarkan pada kompetensi. Ada dua kelemahan metode Proper-Man yaitu: (1) cukup sulit membuatnya dan harus disiapkan oleh sejumlah tenaga spesialis yang bekerja penuh waktu, dan (2) kemungkinan terjadinya subjektivitas dan “KKN” dalam penilaian juga masih cukup besar. Untuk mengatasi subjektivitas dan KKN tersebut dilakukan: (1) setiap nilai oleh bukti-bukti yang cukup kuat; (2) jabatan-jabatan supervisor dan jabatan-jabatan manajerial dinilai atasan langsung, bawahan, teman sejawat, pelanggan luar; (3) penilaian potensi dilakukan oleh rekan-rekan atasan yang tergabung dalam Dewan atau Komisi; dan (4) penilaian seorang bawahan oleh atasannya juga dikomentari oleh atasannya dan orang-orang lain.

 

KB.3. Sistem Manajemen Kinerja Karyawan yang Memfokuskan Penilaian pada Output

            MBS adalah proses penetapan sasaran bersama antara atasan dan bawahan. Konsep MBS adalah sebagai berikut.

            MBS adalah proses atau sistem yang dirancang untuk memandu manajer di mana seorang atasan dan bawahannya bersama-sama menetapkan sasaran yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu dan untuk pencapaian itu bawahan harus dibebani tanggung jawab sepenuhnya. Semua organisasi didirikan dengan tujuan tertentu dan untuk mencapai tujuan tersebut. Pimpinan puncak harus menetapkan tujuan jangka panjang (visi) kemudian dipecah-pecah menjadi tujuan jangka menengah akhirnya dipecah menjadi sasaran kerja tahunan. MBS menekankan dialog ke dalam proses mengalihkan rencana dan sasaran dari satu tingkat ke tingkatan lain dalam organisasi itu antara atasan dengan bawahannya. Atasan dan bawahan akan melakukan penilaian secara berkala atas kemajuan yang dicapai. Sebagai hasil dari seluruh proses penilaian, bawahan yang sukses mencapai indicator kinerja diberi penghargaan. Sebaliknya, bawahan yang tidak berprestasi diberi sanksi.

            Kelebihan penggunaan MBS: (1) proses yang efektif dan membantu manajemen dalam menjalankan kegiatannya, (2) membantu mendorong usaha pengembangangan sumber daya manusia, (3) memberi cara untuk mendayagunakan sumber daya manusia. Kelemahan penggunaan MBS adalah (1) bertentangan dengan budaya bangsa kita, (2) terlalu menekankan pada hasil tanpa memedulikan cara mencapai hasil tersebut, dan (3) sering dianggap sebagai resep untuk mengobati semua penyakit organisasi. Penerapan MBS sebagai berikut. (1) atasan dan bawahan secara bersama-sama harus meneliti kembali ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan wewenang bawahan; (2) atasan menyampaikan sasaran-sasaran perusahaan; (3) bawahan harus memikirkan sasaran-sasaran kerja sendiri yang akan mendukung tercapainya sasaran atasan dan perusahaan; (4) bawahan harus langsung membuat rencana tindakan; (5) rencana tindakan yang telah dibuat dan dilaksanakan; (6) pada akhir kurun waktu dilaksanakan penilaian prestasi kerja tahunan secara formal; (7) wawancara antara atasan dan bawahan untuk mencari cara mengatasi hambatan pada masa berikutnya; dan (8) atasan membicarakan hasil penilaiannya tersebut dengan atasannya sendiri lengkap dengan usulan atau rencana yang akan dilakukan terhadap bawahan yang bersangkutan.

 

M.8. EVALUASI DAN UMPAN BALIK MANAJEMEN KINERJA

KB.1. Evaluasi Manajemen Kinerja

            Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment) (Anonim, 2000). Evaluasi manajemen kinerja adalah kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan atau kegagalan manajemen kinerja.

            Evaluasi manajemen kinerja antara lain bertujuan untuk: (1) pengembangan SDM, (2) pemberian reward, (3) memtoviasi SDM, (4) perencanaan SDM, (5) pemberian kompensasi, dan (6) peningkatan komunikasi efektif. Manfaat hasil evaluasi manajemen kinerja lain adalah untuk: (1) perencanaan pengembangan dan karier, (2) mempertimbangkan tindakan yang harus diambil, (3) penentuan gaji/upah, (4) merekomendasi pelatihan, (5) promosikan atau sanksi, (6) memotivasi, (7) meningkatkan kompetensi, (8) mengefektifkan komunikasi. Unsure-unsur sistem pendukung evaluasi manajemen kinerja adalah (1) pengukuran kinerja, (2) evaluasi hasil pengukuran yang didapatkan, (3) diagnosis untuk mengidentifikasi proses perbaikan, dan (4) tindak lanjut yang harus dilakukan. Pelaku evaluasi manajemen kinerja adalah (1) diri sendiri, (2) bawahan, (3) atasan, (4) teman sejawat, (5) kombinasi (1) sampai (5) atau disebut multi-evaluator. Tolok ukur evaluasi manajemen kinerja adalah (1) output, (2) kualitas produk, (3) produktivitas output, (4) pengendalian biaya, (5) pengendalian stok, (6) pemanfaatan pabrik dan mesin-mesin, (7) kesehatan dan keamanan kerja, dan (8) pengembangan program.

 

KB.2. Umpan Balik Manajemen Kinerja

            Manajemen kinerja memiliki karakteristik sebuah sistem, dalam arti ia memberikan kemungkinan informasi dipresentasikan (diumpan-balikkan) kepada kinerja seseorang, dan dapat membantu memahami seberapa baik mereka telah bekerja dan seberapa efektif perilaku selama ini. Tujuannya adalah supaya umpan balik dapat menimbulkan pemahaman sehingga tindakan yang tepat dapat diambil. Ini bisa berupa tindakan korektif bilamana umpan balik mengungkapkan bahwa ada sesuatu yang salah atau, secara lebih positifnya, tindakan yang diambil agar kesempatan yang diungkapkan oleh umpan balik tersebut dapat dipergunakan sebaik mungkin.

            Para perekayasa sistem merancang sistem yang dapat mengatur dirinya sendiri yang menghasilkan umpan baliknya sendiri dan memberikan respons terhadap informasi ini atas kemauannya sendiri.

            Umpan balik dalam manajemen kinerja selalu bersifat faktual. Ia merujuk kepada hasil, kejadian, insiden kritis dan perilaku signifikan yang telah mempengaruhi kinerja dengan suatu cara tertentu. Umpan balik tersebut harus diakui dan diterima oleh para indiidu sebagai suatu fakta dan bukan opini.

            Cara memberikan umpan balik, sebagai berikut. (1) bangun umpan balik itu sebagai bagian dari pekerjaan! (2) berikan umpan balik tentang kejadian yang sesungguhnya! (3) uraikan, jangan menghakimi! (4) rujuklah suatu perilaku yang spesifik! (5) ajukan pertanyaan! (6) pilih persoalan-persoalan kunci! (7) harus focus! (8) berikanlah umpan balik yang positif!

            Penyebab kinerja rendah, adalah (1) kepemimpinan yang lemah, (2) perilaku negative atasan dan bawahan, (3) elemen-elemen organisasi kurang bahkan tidak berfungsi.

            Upaya-upaya tindak lanjut: (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang ada, (2) menetapkan alasan suatu kegagalan/kekurangan, (3) menentukan dan menyepakati tindakan yang diperlukan, (4) memberikan sumber daya bagi tindakan tersebut, (5) memantau dan memberikan umpan balik.

            Tindakan perbaikan yang harus dilakukan, yaitu aspek teknis adalah tindakan bersifat mikro yang menyangkut masalah teknis di dalam perusahaan/organisasi. Tindakan perbaikan strategis adalah tindakan bersifat makro yang menyangkut kebijakan pemerintah, dukungan lembaga keuangan, dan banyak faktor-faktor eksternal lainnya.

 

M.9. IMPLEMENTASI MANAJEMEN KINERJA

KB.1. Mengimplementasi Manajemen Kinerja

            Cara mengimplementasikan manajemen kinerja adalah dimulai dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kemudian tahap pembuatan rencana, pengorganisasian, penggerakan/pengarahan dan akhirnya evaluasi atas hasilnya. Contoh kasus-kasus implementasi manajemen kinerja antara lain adalah (1) National Australia Group, (2) NHS Wales, (3) Zeneca Pharmaceuticals, (4) MENCAP, dan (5) Standard Chartered Bank. Komunikasi berkelanjutan antara atasan dengan bawahan dalam bentuk manajemen kinerja sebagai sarana: (1) suatu proses yang dilaksanakan secara sinergi antara manajer, individu dan kelompok terhadap suatu pekerjaan di dalam organisasi; (2) membantu mengintegrasikan sasaran organisasi, kelompok dan individu, terutama dalam mengomunikasikan sasaran dan mengedepankan nilai-nilai organisasi; (3) untuk memberdayakan karyawan dengan memberikan kendali yang lebih besar atas pekerjaan mereka dan pengembangan diri pribadi mereka sendiri; (4) proses komunikasi yang berkelanjutan dan dilakukan dalam kemitraan antara atasan dengan bawahannya; (5) yang memberikan suatu cara bagaimana sasaran kerja dapat dipahami secara bersama oleh para karyawan dan manajer; (6) yang amat berguna bagi komunikasi ke atas dan ke samping; (7) yang memberikan kesempatan yang berharga untuk mengomunikasikan nilai-nilai baru dalam organisasi yang mengindikasikan adanya perubahan dalam budaya organisasi. Cara melaksanakan monitoring sistem manajemen kinerja adalah: (1) mencatat dan menganalisis penilaian kinerja, (2) mengambil sampel dokumentasi evaluasi kinerja, (3) wawancara empat mata dengan para manajer untuk mengidentifikasikan pengalaman yang mereka temui dalam bidang manajemen kinerja, (4) survey-survei mengenai sikap karyawan dan kelompok-kelompok diskusi yang terfokus; dan (5) mengkaji ulang peningkatan pada kinerja dari organisasi. Pengaruh manajemen kinerja terhadap hubungan atasan dengan bawahan adalah atasan sebagai: (1) pembimbing, (2) mitra kerja, (3) partisipatif dalam menentukan sasaran, (3) mitra komunikasi berkelanjutan dalam evaluasi kinerja; (4) anggota tim kerja; (5) teman untuk bersepakat, (6) pemimpin kelompok, (7) penjelas harapan; (8) motivator; (9) evaluator, dan (10) fasilitator pengembang SDM.

 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

HARGA DAN ELASTISITAS PERMINTAAN DAN PENAWARAN

INTERVIEW cruiseship

Tugas